Tak Ada Respons Pemkot, Warga Ancam Bertindak Soal Pemagaran Jalan Lingkar dua arah Amahami

Advertisement

Tak Ada Respons Pemkot, Warga Ancam Bertindak Soal Pemagaran Jalan Lingkar dua arah Amahami

19 Mar 2025



Kota Bima, NTB - Bimakita || Warga Kota Bima dikejutkan dengan pemagaran dan penimbunan jalan lingkar dua arah di kawasan Pantai Amahami, Kelurahan Dara, sepanjang kurang lebih 50 meter. Kejadian ini memicu kemarahan warga, mengingat jalan tersebut telah dibangun sejak delapan tahun lalu melalui proses penimbunan pantai.

Sebuah spanduk yang terpasang di pagar menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Bobby Chandra, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2079 dan berdasarkan putusan Pengadilan Raba Bima Nomor 62/Pdt.G/2024/PN.Rbi. Kuasa hukumnya, Muhammad Haekal, turut dicantumkan dalam spanduk tersebut.

Hingga saat ini, Pemerintah Kota Bima belum memberikan tanggapan resmi terkait permasalahan tersebut. Sikap diam Pemkot ini semakin memperkuat keresahan masyarakat, yang mempertanyakan legalitas klaim kepemilikan tanah di atas fasilitas umum.

Dilansir dari Jangka Bima, salah satu tokoh masyarakat Kelurahan Dara, Herman, mendesak Pemkot Bima dan DPRD segera bersikap tegas.

"Kami mempertanyakan sikap Pemkot Bima. Ini sangat meresahkan, bukan hanya bagi warga Dara dan Tanjung, tetapi seluruh masyarakat Kota Bima," ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (18/3).

Herman, Tokoh masyarakat dan pemuda kelurahan Dara

Herman menambahkan bahwa pembangunan jalan lingkar dua arah Amahami sudah berlangsung hampir delapan tahun. Ia mempertanyakan mengapa baru sekarang ada pihak yang mengklaim kepemilikan tanah di lokasi tersebut.

"Kalau pemerintah tidak turun tangan, kami akan ambil sikap sendiri! Jalan ini digunakan oleh seluruh masyarakat Kota Bima, bukan hanya oleh warga Dara dan Tanjung," tegasnya.

Herman, yang juga seorang tokoh masyarakat dan Ketua Tim Gugatan Penimbunan Laut Amahami hingga ke PTUN enam tahun lalu, mengingatkan bahwa permasalahan serupa pernah terjadi di lokasi tersebut. Saat itu, melalui perjuangan panjang, Wali Kota Bima kala itu, HM Lutfi, mengeluarkan maklumat yang melarang segala aktivitas di area yang diduga merupakan wilayah laut.

Kini, persoalan serupa kembali muncul, memicu kemarahan warga yang merasa hak mereka atas fasilitas umum terancam.

Akankah Pemkot Bima bersikap tegas kali ini? Atau justru membiarkan permasalahan ini berlarut-larut?